Bagaimana pendapat anda tentang blog ini ?

Selasa, 14 Mei 2013

Lensa Kontak Bisa Terima SMS

Pernahkah kalian membayangkan jika alat yang biasa digunakan untuk membantu melihat atau hanya sekedar untuk mempercantik penampilan mata, kini memiliki fungsi lain yang cukup mencengangkan. Lensa kontak kini telah memultifungsikan diri menjadi sebuah alat yang bisa membaca sms. Bisa membayangkannya?

Berdasarkan sebuah sumber (inet.detik.com) dikatakan bahwa lensa ini dikembangkan oleh para ilmuan di Belgia.  Di Ghent University, tepatnya di bagian pusat teknologi mikrosistem, mengembangkan display LCD berbentuk cembung yang bisa ditanamkan di lensa kontak. Display ini memproyeksikan konten seperti gambar atau teks menggunakan teknologi wireless.


"Kini kami telah menciptakan teknologi dasar itu. Kita bisa mulai menerapkanya untuk aplikasi nyata. Kemungkinan tersedia dalam beberapa tahun lagi," kata Profesor Herbert De Smet yang memimpin pengembangan aplikasi ini.

Sebelumnya memang sudah pernah ada penemuan sejenis. Namun lensa kontak 'ajaib' yang dikembangkan pertama kali masih sederhana. Pixel yang kecil kerap menjadi kendala saat memproyeksikan gambar. Pengembangan terbaru, memungkinkan keseluruhan permukaan lensa kontak dapat digunakan.

"Ini bukanlah fiksi ilmiah. Untuk aplikasi spesifik, akan sangat menarik untuk menampilkan gambar seperti arah jalan atau proyeksi pesan SMS dari ponsel langsung ke hadapan mata kita," kata peneliti lainnya, Jelle De Smet.

Bagaimana bentuk dari lensa kontak ini ? Berikut gambarnya.
Contact Lens

Tahukah kalian, selain bisa untuk menerima sms ternyata lensa kontak ini  bisa dimanfaatkan untuk kepentingan medis. Contohnya, mengontrol transmisi cahaya melalui retina mata untuk menggantikan iris yang rusak. Bahkan untuk kecantikan, lensa ini bisa dimodifikasi agar warnanya bisa berubah-ubah. Pengguna bisa mengubah warnanya sesuai mood saat memakainya.

Masih kurang jelas? Nih ada videonya :)

Tertarik dengan teknologi yang satu ini? Sabar ya... Karena kemungkinan besar lensa kontak ini baru akan tersedia dalam beberapa tahun ke depan.

Minggu, 12 Mei 2013

FTIR Mouse

Pasti sudah tidak asing lagi dengan benda yang satu ini, apalagi untuk kalian yang hobi buka tutup komputer atau notebook. Meskipun dalam notebook atau laptop sudah punya mouse internal tapi tak jarang pula kita menggunakan mouse biasa. Apalagi jika ingin bermain games, biasanya akan lebih mudah jika menggunakan mouse eksternal.

Sedikit sejarah mengenai mouse. Tetikus atau yang lebih dikenal dengan nama mouse adalah alat yang digunakan untuk memasukkan data ke dalam komputer selain papan ketik (keyboard). Tetikus memeroleh nama demikian karena kabel yang menjulur berbentuk seperti ekor tikus. Tetikus pertama kali dibuat pada tahun 1963 oleh Douglas Engelbart berbahan kayu dengan satu tombol. Model kedua sudah dilengkapi dengan 3 tombol. Pada tahun 1970, Douglas Engelbart memperkenalkan tetikus yang dapat mengetahui posisi X-Y pada layar komputer, tetikus ini dikenal dengan nama X-Y Position Indicator. 



Bentuk tetikus yang paling umum mempunyai dua tombol, masing-masing di sebelah kiri atas dan kanan atas yang dapat ditekan. Walaupun demikian, komputer-komputer berbasis Macintosh biasanya menggunakan tetikus satu tombol.

Tetikus bekerja dengan menangkap gerakan menggunakan bola yang menyentuh permukaan keras dan rata. Tetikus yang lebih modern sudah tidak menggunakan bola lagi, tetapi menggunakan sinar optikal untuk mendeteksi gerakan. Selain itu, ada pula yang sudah menggunakan teknologi nirkabel, baik yang berbasis radio, sinar inframerah, maupun bluetooth. Saat ini, teknologi terbaru sudah memungkinkan tetikus memakai sistem laser sehingga resolusinya dapat mencapai 2.000 titik per inci (dpi), bahkan ada yang bisa mencapai 4.800 titik per inci. Biasanya tetikus model ini diperuntukkan bagi penggemar permainan video.


Mouse Microsoft ini sarat dengan teknologi Multitouch dan mungkin di masa depan kita sudah tidak akan mendengar lagi bunyi “klik” di mouse komputer dan pastinya mungkin hanya jari-jari tangan saja yang bekerja nantinya.
Penasaran bagaimana mouse ini bekerja? Ayo tonton videonya :)


Minggu, 05 Mei 2013

Haptic Braille Mouse untuk Tunanetra


Kita tahu bahwa bacaan bagi kaum tuna netra sangat terbatas. Dibutuhkan kesabaran untuk mengubah suatu buku menjadi buku huruf Braille. Para kaum tuna netra sebentar lagi bisa menarik nafas lega karena Haptic Braille sebuah perangkat mirip mouse yang mampu menerjemahkan teks biasa menjadi huruf braille dan menampilkannya di permukaannya sebentar lagi hadir.

Itu berarti orang buta bisa membaca hampir semua yang bisa dibaca orang normal. Teknologi ini menggunakan pengenal karakter optis. Cukup arahkan ke buku mana saja dan tunggu feedback dari haptic. Haptic Braille ini sangat praktis sehingga bisa dibawa ke perpustakaan. Bayangkan berapa banyak buku yang jadi tersedia di ujung jari Anda. Luar biasa. Haptic Braille merupakan pemenang Red Dot Concept Design 2010 hasil rancangan Baek Kil Hyun siswa Samsung Art & Design Institute.

Bagi mereka yang tidak tahu cara membaca huruf braille tidak perlu khawatir. Karena alat ini juga mampu merubah huruf-huruf pada halaman buku menjadi suara yang dapat didengarkan menggunakan speaker yang tertanam di dalam alat tersebut. Alat praktis ini ringan dan dirancang sesimpel mungkin serta sangat nyaman untuk digunakan.

CARA KERJA
Cara kerja alat ini seperti scanner. Haptic Braille diletakkan di atas lembaran halaman buku non-braille yang ingin dibaca, kemudian halaman tersebut dipindai. Setelah itu kata-kata pada halaman yang telah dipindai tadi diubah menjadi huruf-huruf braille dan kemudian tampilan dari huruf-huruf tersebut diproyeksikan pada permukan kaca Haptic Braille. Tampilan yang muncul pada permukaan kaca ini merupakan titik-titik huruf braille yang menonjol sehingga pembaca tuna netra dapat menyentuh dan membacanya.



                                   

Melihat dan Menembus Dinding

kamera yang bernama Camero's Xaver 800, dilengkapi dengan radar gelombang mikro, memungkinkan untuk menembus dinding dan proyek pencitraan 3-D dari benda apa pun yang bersembunyi di balik dinding-dinding yang tebal sekalipun, mampu mencitrakan tembus dinding tua biasa, batu bata tanah liat, blok sinder bahkan struktur beton bertulang sekalipun, semuanya dapat ditembus Camero's Xaver 800.

Sama halnya dengan Superman, ternyata juga punya kryptonite atau kelemahannya, yakni penglihatan kamera ini tidak dapat menembus logam solid.
Selain kamera Xaver 800, yang tidak kalah populer adalah sinar X, dimana sering digunakan di seluruh bandara Internasional dunia dalam memeriksa kelengkapan dan isi koper dari calon penumpang pesawat terbang.

Ada jenis Sinar x genggam yang ditawarkan Fisik Optik Corporation yang disebut LEXID, yang dapat mengungkapkan selundupan tersembunyi di balik tembok, di mobil dan dalam wadah lain

Sabtu, 04 Mei 2013

Alat Pengecil Benda Virtual


Sekelompok ilmuwan China yang dipimpin oleh Wei Xian Jiang danTie Jun Cui dari Southeast University, Nanjing, baru-baru ini menemukan alat ilusi optik yang dapat membuat sebuah benda tampak lebih kecil dari sesungguhnya.
 
Para ilmuwan tersebut menyebut temuan mereka dengan “shrinking device” (alat pengecil). “The shrinking device can shrink the size of an object virtually, so we named it a ‘shrinking device’”, demikian kata Tie Jun Cui seperti dikutip dari physorg.com
Namun sebenarnya, alat itu tidak mengecilkan benda secara nyata, namun hanya virtualisasi saja. Artinya, saat alat tersebut diaktifkan, maka objek yang terdapat di dalamnya akan terlihat kecil namun bendanya sendiri berukuran tetap, tidak mengecil sama sekali. Alat tersebut bekerja pada frekuensi gelombang mikro dengan menggunakan metamaterial yang sama dengan yang digunakan pada pembuatan jubah tembus pandang.
Teknis kerjanya adalah sebagai berikut, metamaterial tersebut digunakan untuk membuat delapan cincin konsentris setinggi 12 mm. Benda yang akan dibuat tampak kecil, diletakkan di tengah-tengah cincin tersebut. Dalam contoh pengujian, diletakkan sebuah sendok. Saat gelombang cahaya menyebar melalui alat penyusut, terjadi pelengkungan pada gelombang depan dan panjang gelombangnya akan mengalami dekompresi. Ketika cahaya mencapai bagian tengah lingkaran (dimana obyek nyata berada), panjang gelombang telah terdekompresi dan membentuk sebuah bayangan benda yang sama dengan obyek aslinya namun lebih kecil.
Jika kita kembali pada teori tentang mata, dapat dijabarkan secara singkat bahwa syarat sebuah benda dapat terlihat oleh mata jika benda tersebut memantulkan cahaya. Cahaya tersebut kemudian membentuk bayang-bayang di bagian yang disebut ‘bintik kuning’. Bayang-bayang itulah yang kita deskripsikan sebagai sebuah obyek. Nah, kembali pada penemuan diatas, berhubung cahaya yang tiba pada obyek telah mengalami dekompresi, maka cahaya yang terpotong itulah yang memantul ke mata pengamat, akibatnya benda jadi terlihat lebih kecil.
Lebih lanjut Tie Jun Cui menambahkan, “Alat ini dirancang menggunakan transformasi optik yang membuat benda di ruang nyata dan ruang maya tampak sama”.
Lalu implementasi alat itu untuk apa? ,Wei Xian Jiang sendiri bersama timnya masih belum bisa memberikan contoh nyata dari penggunaan alat tersebut. Namun mereka mengatakan bahwa alat ilusi optik mereka tersebut mempunyai prospek dalam dunia militer. Mereka mengatakan, dengan pengembangan lebih lanjut, bisa dibuat alat-alat militer yang mampu mengelabui radar musuh, mengecoh alat pendeteksi elektromagnetik ataupun alat pendeteksi lainnya.
Penemuan itu sendiri telah mereka publikasikan di jurnal ilmiah, Applied Physics Letters.

Sejarah Perkembangan Optik


Optik merupakan bidang ilmu fisika yang mempelajari tentang cahaya. Dalam optika dipelajari sifat-sifat cahaya, hakikat cahaya, dan pemanfaatan sifat-sifat cahaya. Optika menerangkan dan diwarnai oleh gejala optis. Kata optik berasal dari bahasa Latin yang berarti tampilan.

Bidang optika biasanya menggambarkan sifat cahaya tampak, inframerah dan ultraviolet; tetapi karena cahaya adalah gelombang elektromagnetik, gejala yang sama juga terjadi di sinar-X, gelombang mikro, gelombang radio, dan bentuk lain dari radiasi elektromagnetik dan juga gejala serupa seperti pada sorotan partikel muatan (charged beam). Optik secara umum dapat dianggap sebagai bagian dari keelektromagnetan. Beberapa gejala optis bergantung pada sifat kuantum cahaya yang terkait dengan beberapa bidang optika hingga mekanika kuantum. Dalam prakteknya, kebanyakan dari gejala optis dapat dihitung dengan menggunakan sifat elektromagnetik dari cahaya, seperti yang dijelaskan oleh persamaan Maxwell.

Dewasa ini pandangan bahwa cahaya merupakan gelombang elektromagnetik umum diterima oleh kalangan ilmuan. Sejarah perkembangan optik dan cahaya dimulai dari bangsa Yahudi, Arab dan Romawi. Teori cahaya pada saat itu sifatnya masih spekulatif, baru pada periode kedua tori cahaya sudah disusun sesuai dengan eksperimen. Pada periode kedua itu muncul banyak pertentangan antara teori newton  dan huygens, namun pada periode ketiga teori newton tenggelam dan teori Huygens memperoleh tempat dan dapat dikembangkan oleh Thomas Young dan Maxwell.

Namum teori tersebut tidak dapat menjelaskan dengan baik peristiwa mikroskopis, antara lain peristiwa efekfotolistrik, sinar X dan sebagainya. Oleh karena itu seperti pada cabang-cabang ilmu fisika lainnya, konsep-konsep cahaya juaga mengalami perubahan radikal.


a. Perkembangan Optik Periode I (Zaman Prasejarah (SM) s.d. 1500 M)

Pada zaman prasejarah ternyata optik telah dikenal, buktinya adalah ditemukannya sebuah kanta optik yang berumur sekitar 2.200 tahun yang lalu di Baghdad, Irak. Kanta purba yang berukuran kira-kira satu ibu jari tersebut ditemukan dengan sedikit retak di bagian kacanya. Penemuan ini menunjukkan bahwa sejak zaman purbakala orang-orang telah mengetahui cara membuat kanta dan mengaplikasikannya di kehidupan sehari-hari. Optik dipelajari secara ilmiah di periode I ini dimulai pada tahun 300 SM. Pada zaman prasejarah dikenal dengan zaman yang hanya mengemukakan teori-teori para ahli saja tanpa dilakukan pembuktian dengan eksperimen sehingga ada beberapa teori tentang optik yang bermunculan, misalnya Teori Tactile dan Teori Emisi.
Para ilmuwan yang hidup di zaman prasejarah mengemukakan pendapat bahwa kita dapat melihat suatu benda karena terdapat cahaya dari mata kita yang dipancarkan ke benda tersebut. seperti halnya senter yang disorotkan ke sebuah benda sehingga kita dapat melihat benda tersebut. Teori ini dipelopori oleh Aristoteles dan Ptolomeus. Di masa sebelum masehi ini, Euclid (275 SM-330 SM) menemukan bahwa cahaya bergerak dalam garis lurus.dan dia mempelajari juga tentang pemantulan cahaya.
Pada abad ke-10 M, muncul teori yang menentang Teori Tactile yaitu Teori Emisi. Teori Emisi ini dikatakan merubah drastis cara pandang terhadap konsep cahaya. Pada Teori Emisi dikatakan bahwa kita dapat melihat benda bukan karena mata kita yang memancarkan cahaya ke benda tersebut (Teori Tactile), tetapi karena terdapat cahaya yang dipantulkan oleh beda yang kita lihat menuju mata kita. Teori ini pertama kali dicetuskan oleh Ibnu Al-Haitsam (965M – 1040 M) seorang Ilmuwan muslim yang sangat populer dan dikenal juga sebagai ‘Bapak optik dunia’. Akhirnya, teori emisi ini benar-benar menggugurkan Teori Tactile dan dipercaya kebenarannya sampai sekarang.
Kemudian pada abad ke-13, pembiasan cahaya mulai disadari. Hal ini terbukti dengan adanya tulisan di buku yang berjudul “Perspectiva” karya Bacon yaitu bila tulisan sebuah buku, atau suatu benda kecil dilihat melalui bagian lengkung  sebuah kaca atau kristal akan nampak lebih jelas dan lebih besar.
Pada akhir abad ke 15 atau sekitar awal abad ke 16 seorang ilmuwan Italia yaitu Leonardo Da Vinci mengemukakan tentang optik fisiologis mata manusia yang mengakibatkan penemuan di bidang medis di masa depan mulai terbuka jalannya.

b. Perkembangan Optik Periode II (1550 M – 1800 M)

Berbeda dengan Periode I, di Periode II ini sudah banyak dilakukan eksperimen untuk mendukung kebenaran dari teori-teori yang telah dikemukakan. Penemuan-penemuan di Periode II ini dimulai ketika orang-orang mulai gemar mengamati pelangi, hingga akhirnya diketahui bahwa pelangi disebabkan oleh pembiasan cahaya oleh air. selain itu, di abad ke-16 ini juga sudah mulai dibuat mikroskop yang menggunakan lensa gabungan yaitu lensa objektif dan lensa okuler oleh Antony van Leuwenhoek (1632-1723) dari Belanda.
Satu abad berselang dengan tempat yang sama yaitu di Belanda, tepatnya pada abad ke-17 atau sekitar tahun 1608 M untuk pertama kalinya seseorang mengklaim bahwa dia adalah orang yang pertama menemukan teleskop. Orang tersebut adalah Hans Lippershey. Teleskop yang ditemukan Hans Lippershey ini hanya bisa memperbesar tiga kali lipat ukuraan semula. Awalnya Lippershey ini memegang sebuah lensa di depan lensa lain dan meletakkannya di sebuah tabung kayu dan teleskop Hns Lippershey pun tercipta.
Namun, satu tahun kemudian Galileo Galilei yaitu tahun 1609 M, Galileo mendengar bahwa seseorang telah menemukan teleskop di Belanda. Namun, berita itu masih samar-samar di telinganya. Akhirnya, berkat kecerdasannya, ia mampu mempelajarai perangkat teleskop Lippershey dan berhasil membuat teleskopnya sendiri yang lebih canggih pada masa itu karena dapat melakukan perbesaran hingga 20 kali lipat. Teropong yang ditemukan Galileo ini sekarang disebut teleskop panggung. Baik Lippershey maupun Galileo sama-sama mengkombinasikan lensa cekung dan lensa cembung.
Kemudian pada tahun 1611, Keppler menyempurnakan desain teleskop Galileo yaitu dengan menggunakan dua buah lensa cembung sehingga gambar yang dihasilkan terbalik. Desain Keppler ini masih menjadi desain utama refraktor masa kini hanya saja mungkin ada perbaikan dalam lensa dan kaca.
Selama abad ke-15 sampai abad ke-16, para ilmuwan berlomba-lomba untuk menghitung kecepatan cahaya dengan berbagai cara. Ada yang menggunakan cara yang hampir sama ketika menghitung kecepatan suara, yaitu dengan menyuruh seseorang berdiri di atas bukit yang sangat jauh kemudian menyalakan sebuah lentera. Selang waktu ketika cahaya lentera dinyalakan dengan cahaya yang dilihat oleh pengamat di bawah bukit itulah yang menjadi dasar perhitungan kecepatan cahaya. Ilmuwan yang menggunakan metode ini adalah Galileo Galilei. Namun Galileo tidak menemukan selang waktu tersebut, sehingga Galileo nenyatakan bahwa kecepatan cahaya sangat cepat bahkan tak berhingga.
Pada tahun 1670-an, Ole Romer (1644-1710), mengamati bulan-bulan di Planet Jupiter. Dia mengamati berapa lama waktu yang dibutuhkan bulan-bulan itu untuk bergerak ke belakang Jupiter. Namun, dia heran karena mendapati waktu bulan muncul dan menghilang berbeda-beda, terkadang lebih cepat dan terkadang lebih lambat dari waktu yang telah dihitung. Romer pun mengambil kesimpulan bahwa kecepatan cahaya mempunyai batas. Itu mengacu dari posisi Bumi saat dia melakukan pengamatan. Dan jeda waktu tadi diketemukan sebesar 16,7 menit. Romer menganggap bahwa jarak Bumi-Jupiter sebesar 2 AU. Dapat disimpulkan bahwa
C = 2 AU/16,7 menit = 300,000 km/s
Walaupun saat itu tetapan AU (Satuan Astronomi) masih belum ditetapkan, tetapi dari hasil pengamatan Romer tersebut membuktikan bahwa kecepatan cahaya sangat besar. Pantas saja Galileo gagal mengukurnya karena mungkin jarak pengamatan yang dilakukan Galileo kurang jauh.
Pada tahun 1675, Sir Isaac Newton dalam Hypothesis of Light menyatakan bahwa cahaya terdiri dari partikel halus yang memancar ke segala arah dari sumbernya. Jika partikel diamggap tidak bermassa, maka suatu benda bersinar tidak akan kehilangan massanya hanya karena memancarkan cahaya, dan cahaya itu sendiri tidak dipengaruhi oleh gravitasi. Teori Newton ini dikenal dengan nama Teori Emisi.
Pada tahun 1678, Christian Huygens mengatakan teori bahwa cahaya  dipancarkan ke segala arah sebagai gelombang seperti bumi. Sehingga jike demikian cahaya akan memiliki frekuensi dan panjang gelombang. Pada zaman Newton dan Huygens hidup, orang-orang beranggapan bahwa cahaya selalu memerlukan energi dalam perambatannya. Namun, ruang antara bintang maupun planet di antariksa merupakan ruang hampa udara. Inilah yang membuat kebingungan, jika cahaya seperti yang dikatakan oleh Huygens maka medium apakah yang menghantarkan cahaya di ruang angkasa? Sehingga Huygens menjawab kritik ini dengan berhipotesis bahwa ada zat yang bernama eter sebagai perantara di ruang hampa. Zat ini sangat ringan, tembus pandang, dan memenuhi seluruh alam semesta. Eterlah yang ‘mengantarkan cahaya dari bintang-bintang sampai ke Bumi.
Newton menjelaskan cahaya bagaikan peluru yang melaju mengikuti lintasan lurus. Anehnya dilain tempat Newton malah mengusulkan teori getaran eter untuk menjelaskan sifat cahaya. Ini memperlihatkan ketidakkonsistenan Newton. Tapi Newton percaya bahwa eter terdiri dari partikel yang sangat halus yang membuatnya bersifat sangat renggang dan lenting. Alam tanpa eter tidak mungkin menghantar gelombang.
Newton bersikukuh menolak ide Huygens bahwa cahaya bersifat gelombang. Menurut Newton gelombang akan melebar dan mengisi seluruh ruang seperti gelombang air mengisi ceruk kolam, padahal dalam praktik cahaya mengikuti garis lurus dan tidak mengisi ruang bayangan. Pada kesempatan lain Newton menyatakan lebih suka langit tetap kosong daripada diisi eter. Bagaimanapun juga sekiranya ruang angkasa diisi eter maka perjalanan benda langit terhambat. Implikasi ini tidak teramati, ia tetap lebih suka alam tanpa eter, persis seperti ajaran atonomi yunani. Dari sini dapat disimpulkan bahwa Newton masih bimbang perihal cahaya, ia tidak dapat memilih antara model peluru dan getaran eter meski condong pada yang pertama. Dalam edisi kedua ‘Principia’ (1713) Newton kembali menutup segala spekulasi dan menulis “saya tidak mengakali hipotesa”.  Sampai pertengahan abad ke-18, tidak ada percobaan-percobaan yang mendukung kebenaran bahwa cahaya diumpamakan sebagai peluru di atas.

c. Perkembangan Optik Periode III (Periode singkat, 1800 M s.d. 1890 M)

Periode III ini merupakan periode tersingkat dalam sejarah perkembangan optik. Periode III dimulai  ketika ketika sekitar tahun 1801, Thomas Young  dan  Agustin Fresnell membuktikan bahwa cahaya dapat melentur (difraksi) dan dapat mengalami interferensi ketika dilewatkan pada dua celah sempit. Ternyata peristiwa ini tidak dapat diterangkan oleh teori emisi Newton. Selain tidak dapat menjelaskan peristiwa difraksi dan interferensi, teori emisi Newton pun tidak dapat menjelaskan bahwa kecepatan cahaya di dalam air lebih kecil dibandingkan kecepatan cahaya di udara. Sehingga anggapan bahwa cahaya merupakan gelombang semakin kuat.
Selanjutnya Maxwell (1831-1874) mengemukakan pendapatnya bahwa cahaya dibangkitkan oleh gejala kelistrikkan dan kemagnetan sehingga tergolong gelombang elektomagnetikSesuatu yang yang berbeda dengan gelombang bunyi yang tergolong gelombang mekanik. Gelombang elekromagnetik dapat merambat dengan atau tanpa medium dan kecepatan rambatnyapun amat tinggi bila dibandingkan dengan gelombang bunyi. Gelombang elekromagnetik merambat dengan kecepatan 300.000 km/s, kecepatan ini hampir sama dengan kecepatan gelombang cahaya. Sehingga dapat dikatakan bahwa cahaya merupakan gelombang elektromagnetik.
Dua prediksi Maxwell diuji secara terpisah oleh Heinrich Rudolf Hertz ( 1857-1894 ) dan Hendrik Antoon Lorentz ( 1853-1928 ). Maxwell meramalkan bahwa gangguan di dalam medan magnetik dan listrik harus merambat secepat cahaya. Tapi gelombang elektromagnetik seperti itu belum pernah teramati.
Pada tahun 1887, Heartz menguji prediksi itu sampai dengan memercikkan bunga api listrik di antara dua kutub. Ia mengamati bahwa di antara dua kutub di tempat lain di dalam laboratoriumnya terjadi juga percikan bunga api yang sama.Tak pelak lagi, pengaruh bunga api yang petama harus dibawa sebagai gelombang melalui udara sehingga menimbulkan bunga api yang kedua. Ia membuktikan secara eksperimental bahwa gelombang mirip seperti gelombang cahaya, karena menunjukkan gejala pemantulan, pembiasan, difraksi, dan polarisasi.

d. Perkembangan Optik Periode IV (1887 M s.d. 1925)

Optika modern ditandai dengan perkembagan ilmu dan rekayasa optik yang menjadi sangat populer pada abad 20. Bidang optik ini meliputi elektromagnetik atau sifat kuantum cahaya. Pada era optika modern ditandai dengan penemuan besar yaitu mengenai efek foto listrik dan serat optik.

a)   Efek Fotolistrik

Efek fotolistrik berawal dari penemuan Heinrich Rudolf Hertz pada tahun 1887. Efek fotolistrik adalah peristiwa terlepasnya elektron yang dimiliki atom-atom logam akibat disinari oleh cahaya yang memiliki frekuensi lebih besar daripada frekuensi ambang logam tersebut. Peralatan eksperimen Hertz pada waktu terdiri dari dua buah plat logam yang terhubung dengan sumber tegangan dan terletak dalam ruang.
Sebuah logam ketika disinari akan melepaskan elektron, yang akan menghasilkan arus listrik jika disambung ke rangkaian tertutup. Jika cahaya adalah gelombang seperti yang telah diprediksikan oleh Fisika klasik, maka seharusnya semakin tinggi intensitas cahaya yang diberikan maka semakin besar arus yang terdeteksi. Namun hasil eksperimen menunjukkan bahwa walaupun intensitas cahaya yang diberikan maksimum, elektron tidak muncul juga dari plat logam.
Tetapi ketika diberikan cahaya dengan panjang gelombang yang lebih pendek (frekuensi lebih tinggi, ke arah warna ungu dari spektrum cahaya) dari sebelumnya, tiba-tiba elektron lepas dari plat logam sehingga terdeteksi arus listrik, padahal intensitas yang diberikan lebih kecil dari intensitas sebelumnya. Berarti, energi yang dibutuhkan oleh plat logam untuk melepaskan elektronnya tergantung pada panjang gelombang. Hal inilah yang membuat banyak ilmuwan pada saat itu menjadi kebingungan.
Misteri ini akhirnya dijawab oleh Albert Einstein, yang menyatakan bahwa cahaya terkuantisasi dalam gumpalan partikel cahaya yang disebut foton. Energi yang dibawa oleh foton sebanding dengan frekuensi cahaya dan konstanta Planck. Dibutuhkan sebuah foton dengan energi yang lebih tinggi dari energi ikatan elektron untuk melepaskan elektron keluar dari plat logam. Ketika frekuensi cahaya yang diberikan masih rendah, maka walaupun intensitas cahaya yang diberikan maksimum, foton tidak memiliki cukup energi untuk melepaskan electron dari ikatannya. Tapi ketika frekuensi cahaya yang diberikan lebih tinggi, maka walaupun terdapat hanya satu foton saja (intensitas rendah) dengan energi yang cukup, foton tersebut mampu untuk melepaskan satu elektron dari ikatannya. Intensitas cahaya dinaikkan berarti akan semakin banyak jumlah foton yang dilepaskan, akibatnya semakin banyak elektron yang akan lepas.

b)     Serat Optik

Serat optik adalah sejenis kabel yang terbuat dari kaca atau plastik yang sangat halus dan lebih kecil dari sehelai rambut, dan dapat digunakan untuk mentransmisikan sinyal cahaya dari suatu tempat ke tempat lain. Sumber cahaya yang digunakan biasanya adalah laser atau LED. Kabel ini berdiameter lebih kurang 120 mikrometer. Cahaya yang ada di dalam serat optik tidak keluar karena indeks bias dari kaca lebih besar daripada indeks bias dari udara, karena laser mempunyai spektrum yang sangat sempit. Kecepatan transmisi serat optik sangat tinggi sehingga sangat bagus digunakan sebagai saluran komunikasi.
Sekitar tahun 1930-an para ilmuwan di Jerman melakukan eksperimen untuk mentransmisikan cahaya melalui media yang disebut serat optik. Kemunculan serat optik sebenarnya didasari oleh penggunaan cahaya sebagai pembawa informasi yang sudah lama dilakukan. Namun, hasil percobaan tersebut tidak bisa langsung dimanfaatkan. Kemudian pada tahun 1958 para ilmuwan di Inggris mengusulkan prototipe serat optik yang modelnya masih digunakan sampai saat ini yaitu terdiri dari gelas inti yang dibungkus oleh gelas lainnya. Lalu sekitar awal tahun 1960-an perubahan fantastis terjadi di Asia yaitu ketika para ilmuwan Jepang berhasil membuat jenis serat optik yang mampu mentransmisikan gambar.
Sekitar tahun 60-an ditemukan serat optik yang sangat bening dan tidak menghantar listrik, sehingga konon, dengan pencahayaan cukup mata normal akan dapat melihat lalu-lalangnya penghuni serat tersebut. Sejak pertama kali dicetuskan, serat optik masih memerlukan banyak perbaikan dan pengembangan karena masih sangat tidak efektif. Hingga pada tahun 1968 atau berselang dua tahun setelah serat optik pertama kali diramalkan akan menjadi pemandu cahaya, tingkat atenuasi (kehilangan)-nya masih 20 dB/km. Melalui pengembangan dalam teknologi material, serat optik mengalami pemurnian, dehidran dan lain-lain. Secara perlahan tapi pasti atenuasinya mencapai tingkat di bawah 1 dB/km.
Serat optik mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan media transmisi yang lain, antara lain sebagai berikut:
  1. Mempunyai lebar bidang (bandwidth) yang sangat lebar sehingga dapat mentransmisikan sinyal digital dengan kecepatan data yang sangat tinggi (dari orde Mbit/s sampai dengan Gbit/s) dan mampu membawa informasi yang sangat besar.
  2. Rugi transmisi (transmission loss) yang rendah sehingga memperkecil jumlah sambungan dan jumlah pengulang (repeater) yang pada gilirannya akan mengurangi kerumitan dan biaya sistem.
  3. Ukuran sangat kecil dan sangat ringan.
  4. Serat optik terbebas dari derau (noise) elektrik maupun medan magnetic karena menyediakan pemandu gelombang (waveguide) yang kebal terhadap interferensi elektromagnetik (Electromagnetic Interference, EMI), menjamin terbebas dari efek pulsa elektromagnetik (Electromagnetic Pulse, EMP), dan interferensi frekuensi radio (Radiofrequency Interference, RFI).
  5. Terisolasi dari efek elektrik karena terbuat dari kaca silika atau polimer plastik yang bersifat sebagai bahan isolator (insulator)